Sedikit cela negara dalam bahaya - Kamus Mahasiswa

Thursday, June 13, 2019

Sedikit cela negara dalam bahaya


Oleh Sepriano

Dalam perjalanan nya bangsa Indonesia mengalami berbagai macam situasi politik yang sangat dinamis, mulai dari pemaparan ideologi, bentuk negara, bentuk pemerintahan hingga masalah kultur dan kebudayaan yang beragam, hal ini menandakan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang tidak bisa dianggap sebelah mata, pada awal kemerdekaan Indonesia belum mampu menghadirkan suatu bentuk demokrasi yang baik, hal yang demikian itu disebabkan situasi dan kondisi yang belum memungkinkan. Selama periode ini negara lebih banyak disibukkan dengan upaya-upaya untuk mempertahankan kemerdekaan dari berbagai kemungkinan serangan yang dilakukan penjajah dalam merongrong kemerdekaan Indonesia. Pelaksanaan demokrasi baru terbatas pada berfungsinya pers yang mendukung revolusi kemerdekaan, pada mulanya Sistem pemerintahan yang dikehendaki oleh UUD 1945 adalah presidensial. Akan tetapi dua bulan setelah penetapan UUD 1945 sebagai hukum dasar negara Indonesia, sistem pemerintahannya mengalami pergeseran menjadi parlementer.
Dalam perjalanan mempertahankan kemerdekaan Sukarno kembali menuangkan idenya yang diberi nama Nasakom, (Nasionalis, Agamis, Komunis) Nasakom sendiri menjadi ciri khas era Demokrasi Terpimpin yang berlangsung pada 1959 hingga 1965. Namun, gagasan ini ternyata sudah dipikirkan oleh Sukarno jauh sebelum itu, yakni pada 1926. Dalam artikelnya di surat kabar Soeoleh Indonesia Moeda, Sukarno menulis:
“Dengan jalan yang kurang sempurna, kita mencoba membuktikan bahwa paham Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme itu dalam negeri jajahan pada beberapa bagian menutupi satu sama lain,” pada saat Sukarno muda ia menilai ada tiga aliran politik yang menjadi pilar pergerakan nasional dalam kehidupan bangsa pada zaman kolonial Hindia Belanda kala itu. Pertama adalah kelompok nasionalis yang diwakili Indische Partij (IP), kedua golongan muslimin yang mewujud dalam Sarekat Islam (SI), dan ketiga Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan ideologi marxisme. Maka, pada Februari 1956, Sukarno mengusulkan konsep baru yang disebutnya Demokrasi Terpimpin dengan berpondasi kepada tiga pilar utama Nasakom.
Konsep Demokrasi Terpimpin dan Nasakom ditentang oleh Mohammad Hatta, sang wakil presiden kurang cocok dengan itu. Kampanye Nasakom bahkan dibawa Bung Karno hingga ke forum internasional. Dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 30 September 1960 di New York, Amerika Serikat, Sukarno menyampaikan pidato bertajuk “To Build The World a New”.
“Sukarno menawarkan sebuah konsep tata dunia yang baru. Sukarno ketika itu merangkum konsepsi politiknya sebagai Nasakom: Nasionalisme, Agama, Komunisme,” sebut Bernhard Dahm, periset senior yang telah banyak meneliti tentang sejarah Asia Tenggara dan Indonesia. Pemahaman Komunisme di sini adalah sebagai Sosialisme, karena dasar pemikirannya adalah prinsip keadilan sosial, yang juga menjadi dasar pemikiran politik Karl Marx, Jadi, Sukarno yakin bahwa perbedaan dan perpecahan dunia dalam persaingan ideologis saat itu bisa dijawab dengan menghormati nasionalisme, agama dan prinsip sosialisme. Namun sayangnya kepercayaan yang terlalu tinggi diberikan Sukarno terhadap komunis membuat PKI gelap mata dan menjadi penghianat bangsa dengan cara ingin mengambil alih kekuasaan dari tangan Sukarno serta mengganti ideologi Pancasila yang sudah tertanam di hati rakyat Indonesia, setelah aksi keji dan biadab yang dilakukan PKI pada tahun 1965 maka Komunisme dianggap sebagai ideologi terlarang untuk bangsa Indonesia, apalagi setelah sepeninggal Sukarno Indonesia dipimpin oleh Suharto yang sangat anti dengan Komunisme. Saat ini sebagai generasi penerus bangsa kita harus waspada dan memahami apa itu komunis dan kenapa tidak sejalan dengan Pancasila,  Tidak ada ruang untuk ideologi Marxisme, Komunisme, Leninisme di Indonesia. Ajaran ideologi ini sangat bertentangan dengan Pancasila. Namun secara pribadi saya melihat ada sedikit cela dalam Ketetapan MPRS Nomor 25/1966. ( Larangan penyebaran ideologi ini) akan Tetapi untuk sebatas kepentingan studi akademis, kajian-kajian ilmiah tentang Marxisme, Komunisme, Leninisme tidak dilarang. Hal Inilah yang membuat banyak generasi penerus bangsa memiliki perspektif yang berbeda karena membaca buku karangan Marxisme dan pengikutnya, faktanya banyak yang tidak mempelajari sejarah di Indonesia terlebih dahulu baru bisa membuat kajian ilmiah tentang paham terlarang tersebut, jika terus menerus dibiarkan maka bukan tidak mungkin cela tadi dapat hadir kembali dan menjadi bagian dari dendam yang tiada berujung, pikiran pikiran liar para generasi penerus bangsa tentang ideologi ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, maka diperlukan proteksi khusus seperti mengembalikan pendidikan moral Pancasila bahkan memberikan ruang khusus untuk Setiap jenjang pendidikan dalam kajian khusus tentang Pancasila agar dapat memperkuat rasa nasionalisme yang di cita citakan dan diharapkan oleh para pejuang bangsa Indonesia sebagai alat persatuan dan kesatuan Negara Republik Indonesia.

No comments:

Post a Comment